Langsung ke konten utama

Dilema Kehidupan di Pesantren (6)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com
Bel pun berbunyi tapi ku tak melihat batang hidung si daehan ( sambil menoleh ke belakang ) " Hust... ( lisa menepuk pundakku )" Aku pun terkejut ( ets ... ) "eh rasa - rasanya ada yang berbunga nih ? (lisa memojokiku ) "Aku hanya bisa diam dan bicaraku terbata - bata ". " Lho ... benar kan memang cilok beneran ( ujarnya ) hmmm... aku ke duluan nih  " apa sih lis ? aku cuma penasaran nggak lebih kok ( jawabku ) ". " Kamu mungkin nggak nyadar kalau kamu sudah bisa membuka hatimu untuk orang lain ( katanya ) " hust... aku tak mau disakiti lagi, kalau memang berjodoh pasti tak akan tertukar ". " Kalau kamu mikirnya seperti itu kapan kamu mau maju ? malahan kamu mundur ! Yah, aku mengikuti arus aja lis ". " Aku hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik ra ". " mmm... makasih ya lis, ayo kita pulang ".


Di suatu jalan aku melihat si daehan bersama anak - anak jalanan. Mereka mengamen lalu lalang disamping mobil - mobil yang berhenti saat lampu merah menyala. Seketika ku berfikir bukan daehan sehari - hari di sekolah yang ngeselin dan kurang kerjaan. Ternyata ada sesuatu yang istimewa di balik caranya yang sering berubah seketika. " Eh lis lihat deh si daehan disana ? " mana sih, ra aku nggak lihat tuh! itu lho yang pakek topi biru dan bawa apa sih itu namanya ?" Kayak gitar tapi kecil ? " itu, kalau menurutku sih namanya ukulele". " Ooo... yaudah kita samperin yuk ! nanti kita malah ganggu mereka kerja, paling nggak apa - apa lis, mungkin malah kita bisa membantunya ". " Ayo kalau gitu, sebelum bu riri mencari - cari  kita " Yuk, hai dae... apa kita bisa membantumu ( ujarku ) nggak usah ra.. lis.. nanti kamu dicariin bu pondok  atau ustadzah yang lain ". " Memang kenapa sih han kok kamu jadi tukang ngamen ? Sebelumnya kayak nggak pernah punya ide untuk kerja ? ( lisa pun bertanya ) ". " Ada masalah kah ? ( aku ikut menyambung pertanyaan ) " nggak papa ra.. lis.. aku baik - baik saja kok, mungkin aku ingin menjadi lebih baik dan ingin berubah ". Teman akrabnya pun datang dan ingin mengajak si daehan untuk pergi dari sini dan melanjutkan pekerjaan " sampai nanti ya ra.. " ( hmm.. ) cie ... ( lisa memojokiku lagi ) ". Rahasia pun semakin tebal banyak yang sedang di sembunyikan. Tapi seiring waktu " ra.. ra.. aku punya kabar penting ? ( lisa menghentikanku saat berjalan menuju asrama ) " ada apa lis ? ( jawabku dengan  penuh lesu ) " itu lho aku ingin membicarakan masalah daehan, aku tadi ketemu roni dan sempat berbincang dengannya ". " Terus alasan daehan minat kerja apa katanya ? " zahra yang ku kenal sekarang berubah ? " berubah gimana sih  li ? jadi lebih keppo ya ? nggak lho li, kamu kan tadi ingin memberitahuku ". "  iya ra... aku hanya ingin mengetesmu saja, adakah rasa perhatianmu kepadanya, lha eh ternyata beneran ". " udah udah lis, ayo cepatlah beritahu diriku ini ! Penyebab si daehan berubah karena ayahnya bangkrut dan ibunya sakit dan rumah beserta aset - aset yang dipunyai oleh keluarganya disita oleh bank ". " hmm.. kasihan banget ya ! Oh iya, kita bantuin cari uang lis ? caranya ? Yah, sebisa kita ? iya deh nanti kita mau jualan apa kira - kira ? emm,... jualan gorengan di kantin menurutmu, gimana ? bagus tuh, kita coba semoga laku dan banyak yang suka ( Aamin ) ".

Pulang sekolah, aku dan lisa mencoba mencoba mencari cara untuk bisa masuk pesantren melalui tembok tinggi itu adalah cara satu - satunya. Ku carilah ide, kebetulan ada anak tangga yang dipakai untuk mengambil buah di tetangga sebelah pesantren. Ku pinjamlah bersama lisa " Ayo lis kita harus melewati tembok ini karena ini adalah cara satu - satunya " mungkinkah kita bisa melewati nya ? mungkin ! tapi kita harus memikirkan bagaimana caranya " iya lis, itu dia ketemu ? apa ? itu lho ada bapak - bapak di pekarangannya ada pohon yang berbuah dan disampingnya ada anak tangga nganggur semoga saja kita diperbolehkan meminjam anak tangganya ". " Wah, itu ide bagus ! siapa dulu ? Ya sudahlah " Assalamualaikum... " Wa'alaikum salam..., ada apa ya nak ? " ini pak mau pinjam anak tangganya kira - kira boleh nggak ya pak ? " mau buat apa ya nak ? " ( otomatis aku harus berbohong lagi ) ini pak mau nolongin anak burung yang mau jatuh dari atas pohon ". " Iya udah bapak pinjami " Terimakasih pak ". " sama - sama, eh kamu berbohong lagi ? ( lisa agak sedikit marah - marah ) " maaf lis, aku harus lakukan itu ? apa nggak ada cara lain ? nggak masalahnya kita sudah terlambat tiga jam, lebih baik kita cepat - cepat ! kamu tuh, kalau dibilangi ya gini gayanya ". " Jangan marah - marah dulu nanti kita harus memikirkan cara ke dua bagaimana masuk ke asrama ". " Pasti ujung - ujungnya bohong lagi ! terpaksa lis ( hmm ) tengok itu bu riri aja di depan asrama, ya ". "Hust.. sembunyi lis ( sambil mengeluarkan baju ) eh, untuk apa kamu membawa baju ke sekolah ra ? nanti ceritanya, pakek dulu ". " Sudah selesai " Ayo kita ke asrama " Terus, tasnya ? nanti kita ambil " ehm kira - kira kita sembunyikan dimana ya ? " nggak tahu ". " Jangan marah - marah lis, kita sembunyikan di semak - semak itu aja ". " abisnya kamu tuh harus belajar berubah " iya lis, kalau sudah mendapat hidayah ". " Jangan bilang hidayah kalau orangnya sendiri nggak mau berubah ! doakan saja lis " lisa.. zahra.. habis dari mana saja ? (ketemu bu riri) " ini bu, habis dari kamar mandi ". " Ngapain ? kok sampai berjam - jam  ? " hmm... soalnya antri bu " iya udah, segera mengikuti santriwati lainnya ". " iya bu siap, untung bu riri nggak curiga  ( dengan leganya ) besok pokok jangan berbohong lagi, (lisa marah-marah) Iya-iya Lis. Mereka memasuki asrama masing-masing. Tiba-tiba ku ingat kalau tas ku dan tas Lisa masih diantara semak-sema. Li...li...li... apa sih ra ? Tas kita? Oh ya ku lupa (sama-sama berlari dan akhirnya masih ada) lengkap li? Hah untungnya kok masih ada. Lha kamu? Ada yang hilang kayaknya punyaku. Apa ? Pulpen. Iya beli lagi aja ? Nggak bisa  li.. lho kenapa ? ( curiga ) itu... apa sih ra ? Itu pemberian daehan, li. Astaga ! Pasti timbul masalah lagi. Terus aku gimana li ? ( dengan rasa menyesal ). kita carilah, pasti ada disini. Iya, aku cari disini, kamu cari disekitar sana. Ketemu li ? belum ra, kamu ? eh, sini deh li itu ? kayak pulpennya daehan. mana ? Itu, sebentar li tolong pegangkan tanganku. Iya, ra hati- hati. Untung ketemu kalau enggak habislah diriku ini. Segera menuju ke lapangan untuk mendapatkan tugas seperti santriwati lainnya.

Tugas pertamaku adalah memecahkan teka-teki. Jawaban yang ku lontarkan selalu salah, ku berfikir untuk bisa segera keluar dari teka-teki ini. Biarpun lama tak apalah yang penting berusaha. Menang atau kalah dalam permainan itu sudah biasa jangan diambil patokan seberapa sih kebisaan kita? memang benar secara nyata kita perlu melakukan tes - tes IQI tapi sungguh lebih baik kita perdalam dalam hal agama bisa bermanfaat bagi orang banyak. Tugas pertama selesai lanjut tugas kedua disuruh untuk mengambil alat - alat kebersihan. Seperti sapu lidi, kemoceng, pemotong rumput, dan lain - lain. Aku dan fitria bagian alat pel, lisa dan losa sama - sama bagian sapu lidi, dan santriwati lainnya sudah dapat bagian masing - masing. Aku dengan sifat jahilku tak mau kalah dengan fitria yang suka ngeyel dan sotoy. Kalau di dekatkan kerjaannya bertengkar mulu pekerjaan nggak selesai malah berantakan dan penuh omelan. " Sana lho ra, ! nggak usah kamu bilangin aku nggak mau kelompokan dengan mu ! Bagus dong, gue juga! Stop gaes jangan bertengkar mulu. Aku dan fitria berteriak " diam " lisa dan losa pun terdiam dan hanya menvideo pertengkaranku dengan fitria. " apa lho fit.. " apa lho ra... tiba - tiba air di dalam ember yang telah ku isi dengan fitria tumpah di lantai dan membuat ku dengannya terjatuh bersamaan. Nggak saling intropeksi diri masing - masing malah gantian nyalahin, " kamu tuh ra, fit. Kalau marah pada nggak mau ngalah maunya menang sendiri. Ayo baikan, masa pada kaya anak kecil semua. Waktunya tinggal sepuluh menit lagi, kalau kalian nggak mau baikan sama kamu fit... " sama gue juga ... ( fitria pun juga nggak mau kalah ).

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Kehidupan di Pesantren (4)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Perkenalkan namaku zahra  (dengan tersenyum ) Oh ya kenapa kok kamu menangis ? ( tanya kembali ). Tidak apa - apa sih (jawabnya sedikit malu - malu) nggak apa - apa kalau kamu bercerita sedikit kepadaku mungkin bisa mengurangi apa yang sedang kamu rasakan ( sedang merayu ). Aku hanya sedikit kangen dengan rumahku, desaku, temanku, atau segala yang pernah bersamaku ( katanya dengan lubuk yang paling dalam ). Hmm... mungkin perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang sama seperti apa yang tekadang aku rasakan ( jawabku ). Sudah berapa tahun kamu tinggal di pesantren ? ( dia mulai bertanya - tanya ).

Dilema Kehidupan di Pesantren (7)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Lho.. lho.. kok pada kumpul - kumpul disini, Ayo semua pada kerjakan tugas masing - masing ( bu riri pun datang ) fitria dan zahra nanti setelah pekerjaan ini selesai segera temui ibu di ruangan. " Gara - gara kamu tuh ra ! ( sebel ) " gara - gara kamu tuh fit !  Aku dan fitria segera menuju ke ruang bu riri dan perkara ini disampaikan kepada bu pondok. Lalu bu pondok menyuruh aku dan fitria u / berbaikan atau ingin memilih untuk di skor satu hari dan tidak boleh mengikuti kegiatan pesantren. Akhirnya aku dan fitria berbaikan dan aku belajar merubah sikapku yang terkadang emosional. " maaf fit... " iya ra, aku juga minta maaf ". Nah, gitu kan enak kalau kalian sering bertengkar, mau jadi tontonan ? nggak kan ? ( nasehat bu riri ) nggak bu, kita minta maaf. Iya udah, habis dari ruangan ini kalian ganti baju dulu, nanti sakit. Iya bu, siap...".

Dilema Kehidupan di Pesantren (1)

Sumber Gambar: Wanita Muslimah Dot Com Di area pondok banyak sekali yang aku tak tahu. wilayahnya yang luas membuatku menjadi penasaran, pokoknya asyik deh, ujarku dalam hati. Terkadang aku suka menjahili teman apalagi mengajaknya masuk dalam kehidupanku. Aku adalah santri baru pondok ini pindahan dari sekolah lamaku. Usiaku baru tujuh belas tahun pindahan dari sekolah lamaku. Wajahku lugu seperti orang yang baru berusia dua belas tahun. Wajar karena aku baru sih mengetahui semacam teknologi jaman sekarang ini yang begitu canggih (gumamku dalam hati). Kini aku berdiri di depan sekolah baruku. Yach, perasaan cemas mengintaiku sepanjang saat. Ku mulai dengan melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Kepanikanku meningkat saat mau berkenalan di depan kelas.