Langsung ke konten utama

Dilema Kehidupan di Pesantren (5)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com
Bahan - bahan dapur harus ku beli dari pasar yang jauhnya kurang lebih dua kilo. Diperempatan jalan ku sebrangi dan menanti ada angkutan umum lewat kemudian ku turun jalan kaki sampai melewati kantor pos tinggal lurus dan ucap selamat datang di pasar tradisional. Keadaannya masih kurang memadai, aku lupa bahan - bahan yang harus ku beli. Aku berfikir jika aku kembali ke pesantren dan tak membawa apa - apa rugilah aku. Ku mencoba mengingat kembali apa pesenan tadi, hingga aku di tanya beberapa penjual disana. " Mau beli apa nak ? ( tanya penjual disampingku ) eee... aku lupa bu ( jawabku ) mau beli di pasar kok lupa ?  ( tanya penjual itu dengan sedikit ketawa ) aku tertunduk lesu akhirnya aku ingat sedikit nama bahan - bahannya. Aku membawa belanjaan yang ku tahu aja, sementara lisa sudah menungguku dari tadi ( pikirku dengan terbirit - birit ).


Tak ada angkutan umum dari sini ku berjalan lagi sampai di pangkalan para ojek - ojek berkumpul. Setelah itu, ku menanti angkot dari sini menuju perempatan arah pondok. Sampailah di perempatan dengan berjalan kaki dan rasanya kakiku ini mau copot satu per satu. Hembusan nafasku tersengak - sengak disertai pandangan mata yang buyar. Panas terik membuatku meneteskan keringat di sekujur tubuh ini. Belum apa - apa aku sudah lesu dan kecapekan ditambah perutku ini semakin berbunyi. Krucuk krucuk krucuk ... terdengar jelas oleh santriwati lainnya. Aku sedikit malu dan mengganjalnya dengan meminum dua gelas air putih. Redalah perutku ini tapi staminaku kian berkurang. " Ra... ( lisa memanggilku ) iya lis, ada apa ? ( tanyaku kepadanya ) ini aku punya satu buah roti mungkin bisa mengganjal perutmu (dengan memegang sebuah roti ) terimakasih lis, tapi aku tak enak terhadapmu ? ( jawabku ) nggak papa ra, terima aja kita kan friend (jawabnya) iya lis, terimakasih ya ( ucapku ) sama - sama. Makanan pun telah siap dengan rasa yang nikmat ku lahap satu piring jatah dengan lauk yang seadanya. "Wahh - wahh ... nikmat sekali rasanya tak sangka masakan kamu nikmat lis (ujarku)". " Makasih ra atas pujiannya tapi yang berhak dipuji adalah kamu ( ujar dia ) " lho lho ... kok aku sih ? ( bertanya - tanya ) iya kamu. " kamu hebat deh meski pertama kali membeli bahan di pasar dengan jarak yang cukup jauh tapi kamu tak menyerah begitu kan ? ( kembali memuji ) hmmm... ternyata kekompakan itu indah ya ? (ujarku) benar deh, aku baru nyadar (jawabnya) ".

Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Aku terbirit - birit untuk mengantri di depan kamar mandi. Ku gunakan lagi cara - cara ku atau mencari cara lain. Tinggal beberapa menit lagi untuk pergi ke sekolah. Kalau memakai caraku seperti biasanya mungkin tidak ada yang menghiraukan jadi ku ambillah cara yang lain dan mungkin lebih cepat. Yang dapat nomer antrian adalah fitria ku ikutlah masuk ke dalam untuk cuci muka saja. " Fit... ( aku memanggilnya dengan berlari dan masuk ke dalam ) Eh eh... ( fitria kaget ) day terlanjur fit, aku hanya ikut cuci muka doang ? ( sambil menggosok gigi dan cuci muka ) terimakasih ya fit ( ucapku dengan berlari menuju asrama ).  Tinggal lima menit lagi aku cepat - cepat menyiapkan keperluan dan segeralah ku berlari dengan tak memakai alas kaki. Aku lupa menaruh dimana sepatu kemarin, sangking terburu - buru banyak sekali kesalahanku meski aku tepat waktu. Dihukumlah  diriku ini di depan tiang bendera sampai dua jam bersamaan dengan itu, daehan juga baru datang dan dihukumlah seperti diriku ini. " Hmm... cie cie kompak nih  ( ucap roni dengan sedikit ketawa - tawa ) apa - apaan sih kamu ron, teman kesusahan kok malah diejekin (dengan sedikit kesal)" . " Han dijaga lho ya itu ? Si zahra ? ( sambil ketawa nyungir ) itu pasti ron (seperti penuh dengan keyakinan) ra ? kamu kepanasan ya ? ( daehan mencoba merayuku ) udah tahu tetap nanya ( dengan menjingkat - jingkatkan kaki ). Tiba - tiba si daehan melepaskan alas kakinya dan diberikanlah kepadaku. Kata gaulnya sih so sweet tapi yang namanya aku ini tak mudah untuk dirayu ( jual mahal sedikit ). Aku orangnya bebas mau berteman dengan laki - laki atau - laki atau perempuan yang penting woles aja. 

Masa hukumanku telah usai dan segera pergi ke uks untuk mengobati luka yang baru kurasakan ini. Daehan yang selalu mengejarku kini menjadi diam dan termenung menyendiri. Ku mencoba mendekatinya dan penasaran " apa yang sedang terjadi denganmu ?" ( sambil memegang bahu daehan ) dia tak mengucap satu kata pun dari bibirnya hanya melihatku dan pergi. Aku pun bertanya - tanya ( apa aku telah melakukan kesalahan  atau karena hal lain ) pikirku ( kutanyakan saja sama roni ) aku mencari roni dan kebetulan dia masih di kantin dan tak bersamanya. Eh ron ? tunggu sebentar! jangan balik ke lapangan dulu ! aku mau nanya, kenapa ya setelah dihukum tadi daehan kok jadi pendiam dan menyendiri ( tanyaku kepadanya ) seharusnya kamu tanya sendiri dong sama orangnya ? jawabnya. Memang betul, ( jawabku ) lha terus!( ucapnya ) aku sudah tanya tapi nggak dijawab justru itu aku tanya kamu ? mungkin kamu tahu ? kamu kan sahabatnya ( mencoba mendapatkan jawaban ) iya iya okay deh aku kasih tahu tapi ada syaratnya ( ujarnya ) apa ? (jawabku) kamu harus berdamai dulu dengan nya ( jawabnya ). Syarat itu, ehmm... ku coba deh! lisa pun datang dan menghampiri roni, hmm cie roni ? apaan sih kamu lis ? ( lempar  pertanyaan ) hayo lis, jangan cemburu dulu aku hanya ingin bertanya masalah daehan. Iya iya ra nggak apa - apa aku hanya bercanda ( jawabnya ). Aku ikut dengan mu ra, seandainya aku bisa membantumu nanti. Iya lis, boleh justru aku berterimakasih kepadamu.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Kehidupan di Pesantren (4)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Perkenalkan namaku zahra  (dengan tersenyum ) Oh ya kenapa kok kamu menangis ? ( tanya kembali ). Tidak apa - apa sih (jawabnya sedikit malu - malu) nggak apa - apa kalau kamu bercerita sedikit kepadaku mungkin bisa mengurangi apa yang sedang kamu rasakan ( sedang merayu ). Aku hanya sedikit kangen dengan rumahku, desaku, temanku, atau segala yang pernah bersamaku ( katanya dengan lubuk yang paling dalam ). Hmm... mungkin perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang sama seperti apa yang tekadang aku rasakan ( jawabku ). Sudah berapa tahun kamu tinggal di pesantren ? ( dia mulai bertanya - tanya ).

Dilema Kehidupan di Pesantren (7)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Lho.. lho.. kok pada kumpul - kumpul disini, Ayo semua pada kerjakan tugas masing - masing ( bu riri pun datang ) fitria dan zahra nanti setelah pekerjaan ini selesai segera temui ibu di ruangan. " Gara - gara kamu tuh ra ! ( sebel ) " gara - gara kamu tuh fit !  Aku dan fitria segera menuju ke ruang bu riri dan perkara ini disampaikan kepada bu pondok. Lalu bu pondok menyuruh aku dan fitria u / berbaikan atau ingin memilih untuk di skor satu hari dan tidak boleh mengikuti kegiatan pesantren. Akhirnya aku dan fitria berbaikan dan aku belajar merubah sikapku yang terkadang emosional. " maaf fit... " iya ra, aku juga minta maaf ". Nah, gitu kan enak kalau kalian sering bertengkar, mau jadi tontonan ? nggak kan ? ( nasehat bu riri ) nggak bu, kita minta maaf. Iya udah, habis dari ruangan ini kalian ganti baju dulu, nanti sakit. Iya bu, siap...".

Dilema Kehidupan di Pesantren (1)

Sumber Gambar: Wanita Muslimah Dot Com Di area pondok banyak sekali yang aku tak tahu. wilayahnya yang luas membuatku menjadi penasaran, pokoknya asyik deh, ujarku dalam hati. Terkadang aku suka menjahili teman apalagi mengajaknya masuk dalam kehidupanku. Aku adalah santri baru pondok ini pindahan dari sekolah lamaku. Usiaku baru tujuh belas tahun pindahan dari sekolah lamaku. Wajahku lugu seperti orang yang baru berusia dua belas tahun. Wajar karena aku baru sih mengetahui semacam teknologi jaman sekarang ini yang begitu canggih (gumamku dalam hati). Kini aku berdiri di depan sekolah baruku. Yach, perasaan cemas mengintaiku sepanjang saat. Ku mulai dengan melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Kepanikanku meningkat saat mau berkenalan di depan kelas.