Langsung ke konten utama

Dilema Kehidupan di Pesantren (3)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com

Selanjutnya, waktu untuk masuk agenda pesantren. Aku disuruh masuk mengaji tapi malah membuat alasan untuk tidak masuk. Pikirku waktu itu, ku gunakan untuk menelfon orang rumah. Aku semakin tak tahan untuk tinggal di asrama dan jauh dari rumah. Yang harus ngapa - ngapain segala bentuk kegiatan sendiri, menyiapkan segala keperluan sendiri, atau pun pekerjaan lainnya yang sering dilakukan oleh pembantu di rumahku. Biar nggak ada yang tahu ku tulislah surat yang berisi kalau aku sakit dan ku titipkan surat tersebut kepada lisa teman sekelasku tadi. Lisa pun menanggapinya "eh, tadi kayak sehat - sehat aja tuh ra ?" ( pikirnya ) hmm.. kebetulan sepulang sekolah itu aku merasakan sakit perut karena terlambat makan ( memikirkan sesuatu untuk menutupi kebohongan ). " iya udah, sampai jumpa nanti ya ra ? GWS ( jawabnya ) Iya, thank lis ( balasku ) ".

Kesempatan pun telah ada ibu pondok mungkin sudah datang ke majlis bersama santriwati lainnya. Tak lama kemudian ibu pondok menghampiri lisa dan bertanya kepadanya " lisa dimana zahra kok tidak masuk ke majlis ? apa dia ketiduran lagi ? (tanya ibu pondok kepadanya) ". Oh tidak bu, zahra sedang sakit dan berada di asrama kamarnya ( lia menjawab )." Mmm.. yaudah, Ayo cepat masuk ( jawab ibu pondok seperti tak yakin ) iya bu ( jawabnya ). Ibu pondok pun segera mengecek setiap asrama putri dan ternyata pas berpapasan dengan zahra yang mau menghubungi anggota keluarganya. "Ya nak, ada apa ?" ( tanya ayahnya dalam telefon ). Belum sempat menjawab pertanyaan dari ayahnya, ibu pondok mau sampai di depan kamarnya untuk fase pengecekan. Saking cepat - cepat kelakuannya tak karuan.

Dengan keadaan kamar yang masih berantakan dan keadaan zahra yang kelihatan sehat - sehat aja. Ibu pondok pun semakin marah "apa - apaan inih ? kamar atau kandang ayam ? berantakan dan tak tahu aturan. Ibu beri waktu sepuluh menit untuk membersihkannya nggak usah di korting dan banyak omong. Cepatt !!!!... ( serba nada tinggi ) iya bu pondok ( jawabku dengan rasa kesal ). Aku langsung mengambil batang sapu dan menata buku - bukuku serta tempat tidurku. Rasanya seperti pembantu di rumah besarku. Mungkin ya itulah rasanya jadi seorang pembantu. Suruh sana - sini, panggil sana - sini, belum selesai satu disuruh lagi, serba cepat, dan nggak tahu mana yang duluan diselesaikan ( itulah dibenakku ). Waduh, ibu pondok mau kesini lagi. Aku harus cepat - cepat menyelesaikan tugasku ini sebelum ia datang. Air yang menetes didahiku keluar sangat deras, nafasku tersengak - sengak, tubuhku kian sakit rasanya, seperti orang yang tak berdaya. Ach, aku menyesal tadi nggak ikut ngaji di majlis. Ku kira nggak akan jadi seperti ini malah kejadian betulan. Aku berjanji nggak akan mengulangi lagi. Dah capek ketiduranlah diriku ini sampai waktu menunjuk di angka lima sore. Saatnya sholat dan mandi, antrian pun kian seperti kereta api. Yang tadi sempet ku bohongi malah ingin mengerjaiku untuk tidak mendapatkan kamar mandi. Justru sebaliknya, pikiranku yang cerdas ini kugunakan trik baru.

Untuk masalah sholat kalau nggak ada air otomatis tayamum bisa, ku lakukanlah dan segera sholat. Setelah itu, aku yang tadi siang tak dapat makanan langsung pergi ke dapur dengan antrian pertama. Dan mereka yang mau mengerjaiku kelamaan di kamar mandi dengan keadaan tubuh yang kedinginan dan pucat seperti orang kelebihan angin dalam tubuhnya. Meski begitu, ternyata ibu pondok juga perhatian ( gumamku ). Karena tak tega, ku buatlah teh hangat untuk mereka. Ini ku buatkan penghangat ( memegang gelas penuh isi ) "emmm..." ( jawab mereka ). Mereka tak langsung mengambilnya mungkin mereka berpikir kalau di dalam gelas itu berisi racun yang sudah kutaburkan ( pikirku waktu itu ). Nggak - nggak gaess, di dalamnya steril kok ( jawabku dengan senyuman ). Tak lama kemudian mereka mau deh akhirnya yang tadi kayak kucing sama tikus sedang nggak akur barulah sama - sama berdamai. Banyak teman mungkin sedikit mengurangi kegelisahanku. Cara yang tuhan berikan tak terduga sedikit pun. Aku terkadang malu kalau mendengar curhatan teman yang membuatku harus selalu bersyukur. Syukur menurutku nggak harus nampak yang penting dari hati sampai ke hati. Tapi, setelah ku hayati aku penuh dengan segala kekurangan. Nakalku mungkin sering hingga butuh waktu untuk merubahnya. Lebih baik ku menjadi diriku sendiri dan mengikuti arus yang sedang ku lalui dan hadapi.

Ternyata masih berkaitan tentang waktu dan sedikit kalbu. Pagi pun memanggil dengan sedikit cahaya yang bersinar terang, seekor ayam yang sedang mengeluarkan suara emasnya, dan orang yang sholat dalam sujud akhir. Mengingatkanku ketika bersama keluarga besar di rumah. Aku semakin rindu desaku masih dua hari aku tinggal di pesantren ini tapi kisahku tak berakhir sampai disini. Masih aja kena hukuman dan mereka suka melekat pada diriku ini. Bu pondok memanggil santriwati untuk keluar dan ikut bersenam itulah kegiatan pada hari jum' at pagi. Hari ini sekolah libur diganti acara pesantren mulai dari membaca al-qur'an, pidato, dan hafalan kitab. Kini aku pada fase membaca al-qur'an. Majulah satu persatu bu pondok memanggilku pertama kali untuk maju ke depan. "Zahra... ku mulai membaca bismillahirrohmanirrohim sampai seterusnya. Ada kawanku yang belum lancar membaca dia losa. Aku pun bertanya "los, apakah aku bisa membantumu ?" ( aku menawarkan bantuan ). Iya ra, tolonglah aku untuk bisa membaca al-qur'an ( dengan suara sedikit ketakutan ) jawabnya. Cara pertama ambil nafas terus buang ( dengan bicara sedikit jahil ) selanjutnya, apa yang harus aku lakukan ra ? ( dia bertanya ). Cara kedua kamu baca perlahan - lahan ( mungkin kataku ) next ra ?. Cara ketiga kamu jangan berfikir kalau kamu tidak bisa membaca ( aku menjahili losa ) sudahkah caranya? ( kembali bertanya ). Belum ini cara yang terakhir adalah berdoa semoga lancar membaca ( aku tak kuasa menahan tawa ). Terimakasih ya ra ( ucapnya ) iya los, masama ( mmm...). Kegiatan membaca Al-qur'an telah usai, diberilah waktu istirahat lima belas menit untuk acara selanjutnya. Aku tak puas sebelum melihat isi - isi yang ada di pesantren. Kayaknya aku harus meminta bantuan kakak senior (waktu itu). Jauh my fikirkan terdengarlah suara seperti orang yang sedang menangis. Ku mencari asal suara yang telah terdengar. Perlahan - lahan tangisan itu mulai reda seujung kata pun tak begitu jelas. Ku coba menelusuri jalan yang setapak kemudian terdapatlah satu ruang Yaaaa... seperti tak pernah dikunjungi. Yach, namanya aku tidaklah kaget kalau sembarangan masuk tanpa izin. Ku tarik perlahan - lahan pintu yang tak dikunci itu kemudian ku masuk. Ternyata memang ada salah seorang santriwati yang menangis. Katanya sih dia pengen pulang ke rumah karena ada sesuatu yang penting. Ku tanyalah dia ( Hay... siapa nama kamu ? kenapa kamu menangis ? apa yang sedang terjadi ? ( kataku ). Jawablah dia " Hay juga, namaku elisa" kamu ?( dia balik bertanya ).

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Kehidupan di Pesantren (4)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Perkenalkan namaku zahra  (dengan tersenyum ) Oh ya kenapa kok kamu menangis ? ( tanya kembali ). Tidak apa - apa sih (jawabnya sedikit malu - malu) nggak apa - apa kalau kamu bercerita sedikit kepadaku mungkin bisa mengurangi apa yang sedang kamu rasakan ( sedang merayu ). Aku hanya sedikit kangen dengan rumahku, desaku, temanku, atau segala yang pernah bersamaku ( katanya dengan lubuk yang paling dalam ). Hmm... mungkin perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang sama seperti apa yang tekadang aku rasakan ( jawabku ). Sudah berapa tahun kamu tinggal di pesantren ? ( dia mulai bertanya - tanya ).

Dilema Kehidupan di Pesantren (7)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Lho.. lho.. kok pada kumpul - kumpul disini, Ayo semua pada kerjakan tugas masing - masing ( bu riri pun datang ) fitria dan zahra nanti setelah pekerjaan ini selesai segera temui ibu di ruangan. " Gara - gara kamu tuh ra ! ( sebel ) " gara - gara kamu tuh fit !  Aku dan fitria segera menuju ke ruang bu riri dan perkara ini disampaikan kepada bu pondok. Lalu bu pondok menyuruh aku dan fitria u / berbaikan atau ingin memilih untuk di skor satu hari dan tidak boleh mengikuti kegiatan pesantren. Akhirnya aku dan fitria berbaikan dan aku belajar merubah sikapku yang terkadang emosional. " maaf fit... " iya ra, aku juga minta maaf ". Nah, gitu kan enak kalau kalian sering bertengkar, mau jadi tontonan ? nggak kan ? ( nasehat bu riri ) nggak bu, kita minta maaf. Iya udah, habis dari ruangan ini kalian ganti baju dulu, nanti sakit. Iya bu, siap...".

Dilema Kehidupan di Pesantren (1)

Sumber Gambar: Wanita Muslimah Dot Com Di area pondok banyak sekali yang aku tak tahu. wilayahnya yang luas membuatku menjadi penasaran, pokoknya asyik deh, ujarku dalam hati. Terkadang aku suka menjahili teman apalagi mengajaknya masuk dalam kehidupanku. Aku adalah santri baru pondok ini pindahan dari sekolah lamaku. Usiaku baru tujuh belas tahun pindahan dari sekolah lamaku. Wajahku lugu seperti orang yang baru berusia dua belas tahun. Wajar karena aku baru sih mengetahui semacam teknologi jaman sekarang ini yang begitu canggih (gumamku dalam hati). Kini aku berdiri di depan sekolah baruku. Yach, perasaan cemas mengintaiku sepanjang saat. Ku mulai dengan melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Kepanikanku meningkat saat mau berkenalan di depan kelas.