Langsung ke konten utama

Dilema Kehidupan di Pesantren (2)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com

Bel berbunyi, masa pergantian jam dan mata pelajaran. Pak Bambang pun masuk ke kelas dengan mata pelajaran IPA. Katanya sih, jika pelajaran pak Bambang para siswa - siswinya duduk diam tak bersuara. Satu suara pun tak terdengar jelas jika tak maka langsunglah kena hukuman. Yach, itulah kesempurnaan kelas yang seperti tak berpenghuni. Ada dua orang teman sekelasku yang tak memperdulikan hirauan itu, tapi justru malah dikenang oleh pak Bambang sepanjang tahun ini. Mereka adalah roni yang hobi memainkan alat - alat musik sederhana dan Daehan dengan hobinya masalah penghayatan dan sering membuat para laydis terpesona dengannya.


Roni dan Daehan membuat masalah di kelas dan susah untuk diatur. Lalu pak Bambang mengajaknya ke ruang BK, dewi yang tempat duduknya didepanku mengajakku dan lisa untuk melihat apa yang akan terjadi. Ralis (singkatan namaku dan nama lisa ) "lihat deh, pak Bambang dan bu rini marah - marah". Zahra menanggapi "iya wi, tapi seharusnya kita nggak usah ikut campur". Lisa dengan gaya yang keppo "stop gaes jangan berdebat nanti kita ketahuan sama pak Bambang". Suara kemrusuk terdengar di depan ruang BK, ketahuan deh, langsung pak Bambang memarahi dan memberi hukuman juga. Emosi lisa pun mulai memuncak "gara - gara kamu wi kita kena imbasnya". Sedangkan zahra pun terdiam sejenak, sambil memikirkan sesuatu. Dewi yang merasa bersalah setengah - tengah "maaf say aku kan cuma pengen tahu". Daehan mulai mencoba mendekati zahra "eh ra, (hmm..) minta nomer hp kamu boleh? (sambil dihukum ). Ada gajah dibalik batu juga kamu ya han ( ucap zahra dengan sikap yang acuh ). Lho.. tentu dong ra ? kenyataannya banyak yang naksir aku! mungkin kamu akan jadi salah satunya (gombalan daehan). Dah - dah kerjain yang bener tuh tugas kena hukuman double kamu baru tahu rasa ( sambil memegang sapu ). Roni pun ikut - ikut an "hmm.. hati - hati ra marahmu bisa jadi belahan jiwamu"( tersenyum  bahagia ). Zahra yang berbinar - binar dengan rasa yang tak karuan bisa membuatnya salting ( salah tingkah ) iya ron. Jam pulang pun berbunyi dengan suara nyaring "Teng Teng Teng Teng Teng Teng..." Semua pada cabut, aku pulang ke asrama baruku.

Dengan keadaan yang kumut - kumut tak karuan, baju yang bercak - bercak kotoran, dengan semangat yang kian mengikis langsunglah ibu pondok memarahiku karena baru pulang dengan keadaan yang tak disangka - sangka. "Zahra!!! ( ucap nada tinggi ibu pondok kepada ku )". "Iya bu ( ucapku dengan menundukkan kepala )". "Jam segini kok baru pulang? Dari mana aja? ( tanya ibu pondok dengan kemarahan )". Jawabku, "Yes it is, bu soalnya baru dihukum di sekolah". Ibu pondok tak kuasa menahan amarahnya "Dah - dah pergi dan bersihkan dirimu itu (tanpa basa - basi )". "Emmm.. sial bener deh hari ini nggak di sekolah nggak di pondok tetap kena marah plus hukuman tambahan ( gumamku dalam hati )". Segeralah ku menuju kamar mandi "lha eh, uuuu... aaantri banget ". "Hay.. Hallo.. ( ucapku )". Justru aku malah ditertawakan semua yang ada disitu termasuk fitria. "Hhh.. ngapain kamu sapain kamar mandi ? kurang obat kamu ya ra ?". "Sotoy lo fit" jawabku dengan sedikit kesal. Aku mencari cara bagaimana nomer antrian ini segera menuju kepadaku. Terkadang sih, aku suka jahil jadinya karena kepepet. Banyak caraku waktu itu, dengan menyebar uang, suruh melihat apa yang aku tunjuk, memberikan informasi tentang panggilan guru, atau sejenis lainnya, pokoknya itu deh salah satu kebiasaan jahilku. Akhirnya, nomer antrian ini sampai  kepadaku sedang mereka yang antriannya seharusnya duluan karena aku mereka jadi belakangan, memang dasar aku ini (gumamku). Sudah selesai pekerjaan satu tinggal lainnya. Waktu terus berputar cepat semakin banyak yang harus ku lakukan.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Kehidupan di Pesantren (4)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Perkenalkan namaku zahra  (dengan tersenyum ) Oh ya kenapa kok kamu menangis ? ( tanya kembali ). Tidak apa - apa sih (jawabnya sedikit malu - malu) nggak apa - apa kalau kamu bercerita sedikit kepadaku mungkin bisa mengurangi apa yang sedang kamu rasakan ( sedang merayu ). Aku hanya sedikit kangen dengan rumahku, desaku, temanku, atau segala yang pernah bersamaku ( katanya dengan lubuk yang paling dalam ). Hmm... mungkin perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang sama seperti apa yang tekadang aku rasakan ( jawabku ). Sudah berapa tahun kamu tinggal di pesantren ? ( dia mulai bertanya - tanya ).

Dilema Kehidupan di Pesantren (7)

Sumber Gambar : Wanita Muslimah Dot Com Lho.. lho.. kok pada kumpul - kumpul disini, Ayo semua pada kerjakan tugas masing - masing ( bu riri pun datang ) fitria dan zahra nanti setelah pekerjaan ini selesai segera temui ibu di ruangan. " Gara - gara kamu tuh ra ! ( sebel ) " gara - gara kamu tuh fit !  Aku dan fitria segera menuju ke ruang bu riri dan perkara ini disampaikan kepada bu pondok. Lalu bu pondok menyuruh aku dan fitria u / berbaikan atau ingin memilih untuk di skor satu hari dan tidak boleh mengikuti kegiatan pesantren. Akhirnya aku dan fitria berbaikan dan aku belajar merubah sikapku yang terkadang emosional. " maaf fit... " iya ra, aku juga minta maaf ". Nah, gitu kan enak kalau kalian sering bertengkar, mau jadi tontonan ? nggak kan ? ( nasehat bu riri ) nggak bu, kita minta maaf. Iya udah, habis dari ruangan ini kalian ganti baju dulu, nanti sakit. Iya bu, siap...".

Dilema Kehidupan di Pesantren (1)

Sumber Gambar: Wanita Muslimah Dot Com Di area pondok banyak sekali yang aku tak tahu. wilayahnya yang luas membuatku menjadi penasaran, pokoknya asyik deh, ujarku dalam hati. Terkadang aku suka menjahili teman apalagi mengajaknya masuk dalam kehidupanku. Aku adalah santri baru pondok ini pindahan dari sekolah lamaku. Usiaku baru tujuh belas tahun pindahan dari sekolah lamaku. Wajahku lugu seperti orang yang baru berusia dua belas tahun. Wajar karena aku baru sih mengetahui semacam teknologi jaman sekarang ini yang begitu canggih (gumamku dalam hati). Kini aku berdiri di depan sekolah baruku. Yach, perasaan cemas mengintaiku sepanjang saat. Ku mulai dengan melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Kepanikanku meningkat saat mau berkenalan di depan kelas.